BencoolenTimes.com, – Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaksanakan debat terbuka kandidat kedua Pemilihan Gubernur (Pilgub) Bengkulu di Hotel Mercure, Senin (23/11/2020) malam.
Debat yang mengusung tema “Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, penyelesaian persoalan daerah dan lingkungan” berlangsung seru saat tiba di sesi tanya jawab.
Saat itu moderator debat memberikan kesempatan pertama bagi Calon Gubernur (Cagub) nomor urut 1 Helmi Hasan bertanya kepada Cagub nomor urut 2 Rohidin Mersyah.
Helmi Hasan saat itu mengatakan, suatu hari di RS. M Yunus Bengkulu sempat ada kejadian yang menggemparkan, seorang ibu dari Kabupaten Kaur melahirkan dan anaknya meninggal di RS. M Yunus. Saat itu suaminya ingin meminjam mobil Ambulance RS. M Yunus untuk membawa jenazah anaknya pulang ke Kabupaten Kaur namun diminta membayar Rp 3 juta lebih oleh Rumah Sakit, lalu suami tersebut menawar Rp 1,5 juta dan akan dibayar setelah tiba di Kaur, akhirnya Rumah Sakit tidak memberikan pinjaman. Akhirnya jasad bayi itu dimasukkan kedalam kantong plastik hitam dan kemudian dibawa pulang. Hal ini menurut Helmi sangat kejam.
“Pertanyaannya adalah apa yang bapak (Rohidin) lakukan ketika itu? seharusnya hal itu tidak boleh terjadi. Bukankah Ambulance itu dibeli pakai uang rakyat? bensin dan sopirnya juga dibayar pakai uang rakyat?. Kenapa APBD yang lebih dari Rp 3 triliun itu tidak mampu menyelesaikan satu persoalan yang sebenarnya tak layak terjadi di Provinsi Bengkulu?,” tanya Helmi kepada Rohidin.
Lalu Rohidin menjawab, ia mengucapkan belasungkawa atas kejadian bayi yang meninggal di RS. M Yunus dan waktu itu secara kekeluargaan sudah terselesaikan. Rohidin menyatakan, saat kejadian itu ia masih sebagai Wakil Gubernur dari Mantan Gubernur Ridwan Mukti. Pernyataan ini ibarat pepatah “Lempar Batu Sembunyi Tangan”. Rohidin melanjutkan, setelah menjadi Gubernur kinerja RS. M Yunus Bengkulu dievaluasi, termasuk membangun 4 lantai ruang rawat inap dengan kualitas bagus dibandingkan sebelumnya.
“Saya memastikan seluruh aparatur tenaga medis, evaluasi secara keras dan sanksi tegas, agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Kemudian memastikan ketersediaan sarana prasarana Ambulance. Kita pastikan setelah kejadian itu Ambulance tersedia di RS. M Yunus Bengkulu untuk bagaimana mengantar pasien sesuai dengan aturan yang berlaku. Dari waktu ke waktu pelayananw menuju ke arah yang lebih baik dan mendapat sertifikat paripurna. Saya tekankan bahwa kejadian itu pada waktu saya menjabat sebagai Wakil Gubernur dan ketika saya menjadi Gubernur saya lakukan reformasi total terhadap kualitas pelayanan RS. M Yunus,” jawab Rohidin.
Lalu Cagub nomor urut 1 Helmi Hasan memberikan tanggapan terkait jawaban Rohidin, yang menurutnya jawaban itu ibarat panggangan yang jauh dari api. Bahkan tidak bisa menjawab persoalan yang sebenarnya mendasar tersebut. Persoalan itu terjadi karena Gubernur membuat kebijakan Ambulnce harus dibayar Rp 3 juta lebih untuk orang tidak mampu ketika itu. Harusnya, jelas Helmi Hasan, Gubernur membatalkan Peraturan Gubernur (Pergub) yang menyusahkan rakyat itu. Terkhusus orang tidak mampu seharusnya digratiskan dan itu tidak lantas membuat Provinsi Bengkulu bangkrut. Dengan APBD Rp 3 triliun lebih seharusnya ada kebijakan setiap desa dibelikan Ambulance oleh Gubernur karena dengan membelikan 1 Desa 1 Ambulance hanya butuh Rp 400 miliar saja.
“Kota Bengkulu saja yang hanya APBD Rp 1,2 triliun tetapi ambulance sudah kita berikan banyak, mengantarkan orang sakit ke Medan kita gratiskan. Bahkan ada yang ke Kediri, dan kenapa hanya sebatas Kaur saja tidak bisa. Bukankah Kaur itu juga warga Provinsi Bengkulu dan bukankah itu tanggungjawab dari Gubernur. Harusya kejadian itu menjadi pil pait yang kemudian harus menyampaikan waktu itu belum jadi Gubernur. Gubernur dan Wakil Gubernur adalah satu paket, tidak boleh kemudian ada kesalahan dilempar kepada Gubernur, dan mengatakan itu bukan salah saya, tapi salah Gubernur itu. Berpasangan itu ibarat suami dan istri, kesalahan suami adalah kesalahan suami, dan tidak boleh saling menyalahkan,” beber Helmi Hasan.
Helmi Hasan melanjutkan, ini tidak boleh terjadi di pemerintahan dan masyarakat tidak perlu alasan, retorika dan argumentasi, tapi yang diperlukan masyarakat adalah tindakan konkrit dari pemerintah.
“Karena APBD Provinsi itu bukan mencantumkan selera Gubernur maupun penjabat Provinsi tapi harus mencantumkan selera seluruh masyarakat di desa-desa dan kejadian ini masih terulang dan bapak sebagai Gubernur ketika itu kejadiannya di Bengkulu Utara ada orang yang kena tabrak kemudian di rawat di sana (RS. M Yunus) tidak mendapatkan perawatan sesuai keinginannya,” terang Helmi Hasan. (Bay)