BencoolenTimes.com, – Kasus tambang batu bara ilegal di Desa Kota Niur Kecamatan Semindang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah Provinsi Bengkulu hingga kini baru dua orang yang ditetapkan tersangka oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bengkulu yakni MA dan KS selaku koordinator lapangan dan operator alat berat, sedangkan pihak lainnya salah satunya orang yang diduga sebagai pemodal tambang batu bara ilegal tersebut proses hukumnya belum jelas apakah akan terjerat atau tidak.
Kabar terakhir kasus ini, Jaksa Peneliti Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu telah memberikan sejumlah petunjuk kepada penyidik Polda Bengkulu agar dipenuhi, salah satu petunjuk jaksa itu menekankan pada pasal 55 yakni keikutsertaan pihak lain salah satunya pemodal agar dijerat hukum dan guna mengaitkan unsur tindak pidana yang disangkakan pada berkas perkara.
“Dimana dalam jucto 55 ini secara bersama-sama, kita ingin mengaitkan unsur tindak pidana yang kita sangkakan dalam pasal dalam berkas perkara,” ungkap Zainal, Jaksa peneliti Kejati Bengkulu beberapa waktu lalu.
Dalam pasal jucto 55, Zainal menegaskan, yang dimaksudkan pada pemilik modal dan pihak lainnya.
“Jucto 55 disitu kita dimaksudkan disitu pemilik modal, pemilik lahan, dalam hal ini benar-benar ikut serta dalam melaksanakan kegiatan tambang ilegal,” jelas Zainal.
Terkait hal ini, Ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Provinsi Bengkulu, Rustam Efendi, SH menilai, petunjuk jaksa sangatlah tepat. Pasalnya, dalam kasus ini diduga tidak hanya dua orang tersebut yang terlibat, namun ada pemodal di belakangnya.
“Kita menilai terduga pemodal tambang ilegal ini bak kebal hukum, karena hingga saat ini status hukum untuk terduga pemodal belum jelas, oleh sebab itu kita mendorong Polda memenuhi petujuk jaksa dan menjerat terduga pemodal,” jelas Rustam, Jumat (7/7/2023).
Rustam memprediksi ada backing besar di belakang terduga pemodal, oleh sebab itu hingga kini terduga pemodal status hukumnya belum jelas.
“Backing-nya pasti besar, makanya kayak kebal hukum kalau kita lihat sejauh ini,” ucap Rustam.
Terpisah, berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun di lapangan, penambangan batu bara ilegal tersebut dilakukan diatas lahan milik dua orang yang disewa sekitar Rp 60 juta. Penambangan ilegal tersebut diduga dimodali orang dari Jakarta inisial H.
Diduga, sebelum melakukan penambangan ilegal, pemodal bertemu dengan tersangka MA membicarakan soal penambangan tersebut. Diduga dalam pertemuan itu terjadi kesepakatan, dimana H sebagai pemodal. Selain itu, diduga juga ada orang yang mengurus surat jasa angkutan batu bara serta mengurus keuangan atau bendahara. Sedangkan tersangka KS dalam hal ini sebagai operator alat berat yang digaji sekitar Rp 8 juta.
Selain itu, awalnya tambang tersebut diduga ditambang secara manual oleh masyarakat dan ditampung pengepul. Lantaran diduga pengepul ini mempunyai relasi di Jakarta yakni terduga pemodal.
Kemudian, terduga pemodal tersebut memodali dengan membelikan alat berat agar batu bara yang ditambang lebih banyak lagi. Diduga, guna menyamarkan keterlibatan pemodal, pembelian alat berat tersebut tidak menggunakan nama pemodala melainkan menggunakan nama pengepul.
Orang yang diduga pemodal tambang inisial H saat dikonfirmasi menyatakan dirinya telah menjalani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polda Bengkulu dan dimintai bukti sewa alat berat yang digunakan kedua tersangka untuk melakukan penambangan.
“Di BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dan diminta bukti sewa rental alat,” kata H melalui pesan WhatsApp, Selasa (13/16/2023) lalu.
Terduga H juga membantah memodali penambangan batu bara ilegal tersebut. Selain itu, H menyatakan bahwa alat berat yang digunakan menambang bukanlah miliknya melainkan merental.
“Saya gak pernah modalin MA dan alat itu di rental,” terang H.
Kasus tambang batu bara ilegal ini menuai sorotan publik, banyak pihak mulai dari organisasi masyarakat, Front Pembela Rakyat (FPR), Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) hingga DPRD Provinsi Bengkulu, mereka mendorong Polda Bengkulu mengungkap aktor lainnya yang terlibat dalam aktivitas tambang batu bara ilegal tersebut.
Pihak-pihak ini menilai ada aktor intelektual atau pemodal dibalik aktivitas tambang batu bara ilegal di kawasan Hutan Produksi tersebut. Oleh sebab itu, Polda Bengkulu diharapkan dapat mengungkapnya secara tuntas dan terang, lalu disampaikan ke publik.
Terlepas dari aktor intelektual dibalik tambang batu bara ilegal tersebut, mereka juga meminta Polda Bengkulu mengusut legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang digunakan para pelaku tambang batu bara ilegal. Terlebih lagi, khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana.
Kasus tambang batu bara ilegal di Bengkulu Tengah ini info didapat media ini juga dimonitor pemerintah pusat, bahkan RI 1 turut memonitor.
Sekadar mengingatkan, dalam kasus ini, Tim Ditreskrimsus Polda Bengkulu menetapkan 2 tersangka yakni MA dan KS dalam kasus tambang batu bara ilegal. Polda juga mengamankan barang bukti dua unit alat berat jenis excavator di lokasi pertambangan, serta ribuan ton batu bara yang telah dikemas di dalam karung.
Peran masing-masing tersangka ini, selaku pengelola tambang ilegal dan operator alat berat. Penambangan batu bara diduga ilegal itu dilakukan sejak bulan November 2022 lalu. Modusnya, tersangka melakukan penambangan ilegal dengan menggali batu bara menggunakan alat berat jenis excavator.
Setelah batu bara digali, tersangka kemudian memperkerjakan orang untuk mengemas batu bara menggunakan karung. Selanjutnya, batu bara hasil penambangan ilegal tersebut dijual ke Jakarta menggunakan jasa angkutan darat.
Tersangka menjual batu bara hasil penambangan tanpa izin dengan menggunakan legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana, termasuk jasa angkutannya.
Kedua tersangka dijerat Pasal 158 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara. (BAY).