BencoolenTimes.Com, – Sidang lanjutan gugatan Walhi melawan PT Kusuma Raya Utama (KRU) selaku pihak tergugat dan Gubernur Bengkulu sebagai turut tergugat atas dugaan perusakan kawasan Hutan Konservasi Taman Buru Semidang Bukit Kabu dan Hutan Produksi Semidang Bukit Kabu, serta pencemaran anak Sungai Kemumu, memasuki babak baru.
Dalam sidang tersebut, Walhi menghadirkan saksi ahli mantan Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh, Senin (28/1/2019) .
Disampaikan Ridha, untuk pertama kalinya di Indonesia, kejahatan ‘Ecocide’ sebagai pelanggaran HAM di bahas di materi persidangan Walhi melawan PT Kusuma Raya Utama.
Kejahatan Ecocide terjadi ketika, pertama terjadi kerusakan yang luas. Kedua, kerusakan atau kehilangan ekosistem dari suatu wilayah tertentu. Ketiga, apakah oleh seorang manusia atau oleh penyebab lain, sedemikian rupa. Keempat, kenikmatan damai oleh penduduk wilayah yang telah berkurang dan parah.
“Dalam definisi ini, manusia merupakan korban melalui kerugian mereka dari “Kenikmatan damai” dalam lingkungan alam,” jelasnya.
Dikatakan Ridha, ini merupakan langkah maju dari pengadilan yang berbicara tentang kasus lingkungan masuk ke materi pembahasan Ecocide.
“Saya belum pernah menemukan persidangan manapun berbicara masalah perusakan lingkungan itu masuk ke dalam materi Ecocide, walaupun sebenarnya hal tersebut sudah dibahas didalam Komnas HAM, khususnya berkaitan dengan kasus Lapindo. Tapi itu belum pernah masuk ke dalam pengadilan,” ungkapnya.
Kenapa hal ini perlu diapresiasi? lanjut Ridha, yang pertama hakim begitu serius mempertanyakan dan mendiskusikan untuk menjadikan materi ini sebagai bahan diskusi dalam ruang-ruang peradilan khususnya dalam gugatan Walhi melawan PT Kusuma Raya Utama.
“Ini langkah maju, materi kerusakan atau kejahatan lingkungan masuk ke dalam suatu terminologi tentang Kejahatan Ecocide,” ujarnya.
Dengan demikian, sambung Ridha, peluang untuk mendorong ini menjadi suatu regulasi sangat terbuka. “Kita berharap proses persidangan kedepan Ecocide ini menjadi bagian dari apapun putusan pengadilan tentang perusakan dan pencemaran Lingkungan, serta fakta-fakta persidangan yang nantinya akan menjadi yurisprudensi dalam peradilan lingkungan hidup,” tambahnya.
Terpisah, Manager Kampanye Industri Ekstraktif Walhi Bengkulu, Dede Frastien menyampaikan, dalam persidangan ini Walhi banyak sekali menemukan fakta-fakta baru, apalagi ditambah majelis hakim khususnya ketua majelis dalam perkara ini sangat progresif dalam menggali fakta-fakta persidangan.
“Materi Ecocide dalam persidangan ini merupakan langkah awal dan maju terhadap terobosan baru dalam penegakan hukum atas kejahatan lingkungan di Indonesia. Semoga gugatan Walhi ini nantinya, menjadi sumber hukum baru di Indonesia terhadap Peradilan Lingkungan di Indonesia,” pungkasnya. (Ros)