BencoolenTimes.com, – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kembali menerima berkas perkara kasus tambang batu bara ilegal di Desa Kota Niur Kecamatan Semindang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) Provinsi Bengkulu yang ditangani Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Bengkulu.
JPU Kejati Bengkulu, Zainal Efendi, SH.MH mengatakan, pihaknya menerima kembali berkas perkara dari penyidik pada, Jumat (11/8/2023). Lalu, berkas tersebut diteliti kembali. Hasil penelitian, petunjuk JPU belum juga dipenuhi oleh penyidik. Maka dari itu, JPU akan mengembalikan berkas tersebut agar petunjuk dapat sepenuhnya terpenuhi.
“Kita telah menerima berkas perkara atasnama tersangka Melvi selaku koordinator lapangan terkait kasus pertambangan minerba dan undang-undang kehutanan. Akan tetapi, setelah kita meneliti kembali, berkas tersebut belum memenuhi unsur pasal yang kita sangkakan, petunjuk-petunjuk kita sepenuhnya belum dipenuhi. Untuk itu, kami jaksa peneliti berdasarkan petunjuk pimpinan untuk sesegera mengembalikan berkas tersebut,” kata Zainal saat diwawancarai BencoolenTimes.com di Ruang Kerjanya, Selasa (15/8/2023).
Zainal menyatakan, selain akan kembali mengembalikan berkas, pihaknya juga akan menginformasikan kepada penyidik agar petunjuk-petunjuk yang ada dapat segera dipenuhi. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan baik dalam KUHAP maupun Standar Operasional Prosedur (SOP), maka berkas perkara dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) juga dikembalikan.
“Artinya, penyidik tidak bisa memenuhi petunjuk sesuai pasal yang disangkakan dalam berkas perkara. Berkas perkaranya sama dengan berkas sebelumnya, belum ada perubahan atau penambahan sesuai pasal yang kita sangkakan,” jelas Zainal.
Zainal menyebutkan, pada petunjuk yang dituangkan JPU yakni terhadap pasal Jucto 55 terkait keterlibatan maupun keikutsertaan pihak lain dalam perkara tersebut, antara lain pemodal dan pemilik
“Jadi pasal 55 ini tersangka Melvi tidak berdiri sendiri artinya tersangkanya tidak satu orang. Sampai sekarang tersangkanya masih satu orang. Sedangkan dalam hal ini ada pelaksana, ada pendana, ada orang atau objek yang punya lahan, itu yang kita maksud,” demikian Zainal.
Terpisah, berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, Polda Bengkulu sebelumnya menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni Melvi selaku koordinator lapangan dan Kisno Sitorus selaku operator alat berat. Namun kabarnya untuk tersangka Kisno Sitorus kasusnya telah dihentikan alias SP3, sehingga tinggal tersangka Melvi.
Selain itu juga, kabarnya tersangka Melvi dibebaskan oleh Polda Bengkulu lantaran masa penahanan tersangka telah habis, sehingga bebas demi hukum. Terkait dibebaskannya tersangka dan tersangka SP3
sebelumnya media ini telah mengonfirmasi Direktur Reskrimsus Polda Bengkulu namun tidak mendapatkan jawaban alias bungkam. Bahkan hingga kini, Polda Bengkulu belum mengeluarkan rilis resmi berkaitan dengan perkara baik soal belum dipenuhinya petunjuk atau lainnya yang berkaitan dengan perkara, meskipun diketahui, kasus ini menjadi sorotan banyak publik, bahkan dari pemerintah pusat.
Informasi didapat juga bahwa, dalam tambang batu bara ilegal tersebut ada pemodal dari Jakarta inisial H alias HF. Bahkan kuat dugaan adanya backing dibelakangnya.
Sekadar mengingatkan, dalam kasus ini, Tim Ditreskrimsus Polda Bengkulu menetapkan 2 tersangka juga mengamankan barang bukti dua unit alat berat jenis excavator di lokasi pertambangan, serta ribuan ton batu bara yang telah dikemas di dalam karung.
Peran masing-masing tersangka ini, selaku pengelola tambang ilegal dan operator alat berat. Penambangan batu bara diduga ilegal itu dilakukan sejak bulan November 2022 lalu. Modusnya, tersangka melakukan penambangan ilegal dengan menggali batu bara menggunakan alat berat jenis excavator.
Setelah batu bara digali, tersangka kemudian memperkerjakan orang untuk mengemas batu bara menggunakan karung. Selanjutnya, batu bara hasil penambangan ilegal tersebut dijual ke Jakarta menggunakan jasa angkutan darat.
Tersangka menjual batu bara hasil penambangan tanpa izin dengan menggunakan legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana, termasuk jasa angkutannya. (BAY).