-1.3 C
New York
Wednesday, January 15, 2025

Buy now

spot_img

Kewalahan Menjaga Kawasan Hutan, Berikut Alasan DLHK Bengkulu

BencoolenTimes.com – Kewalahan menjaga kawasan hutan di Provinsi Bengkulu, beragam alasan yang diungkap Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Bengkulu.

Kewalahan menjaga kawasan hutan, karena ada alasan mendasar yang dihadapi DLHK Provinsi Bengkulu, mulai dari keterbatasan anggaran dan jumlah personel Polisi Kehutanan (Polhut) yang juga terbatas.

Tahun 2025 ini saja, anggaran yang disediakan untuk pengamanan dan pengawasan kawasan hutan sekitar Rp 20 juta dan di 7 Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di kabupaten-kabupaten dianggarkan hanya Rp 10 juta per KPH.

Dengan kondisi tersebut, DLHK Provinsi Bengkulu pun terkendala dalam melakukan pendataan dan dokumentasi kerusakan hutan di wilayah Bengkulu, termasuk dalam mengawasi serta menjaga hutan yang ada di 10 kabupaten/kota se-Provinsi Bengkulu.

Dalam menjalankan tugas pengamanan, DLKH Provinsi Bengkulu juga keterbatasan jumlah personel Polhut yang saat ini hanya berjumlah 14 orang di tingkat provinsi.

Sub Koordinator Perlindungan Hutan dan Konservasi Sumber Daya Alam Ekositem (KSDAE), Bidang Perencanaan Pemanfaatan Hutan dan KSDAE, DLHK Provinsi Bengkulu, Jhoni Hendri, S.Hut, mengatakan pendataan atau dokumentasi kerusakan hutan di Bengkulu baru 50 persen. Minimnya dukungan sarana dan prasarana, seperti kendaraan off-road dan drone, juga menghambat upaya pemetaan dan pengawasan.

‘’Kondisi hutan yang dapat didokumentasikan secara detail, itu baru 50 persen, bukan kerusakannya ya. Dengan berbagai tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaannya, tentu hal ini jadi pekerjaan kita,’’ kata Jhoni, Selasa 14 Januari 2025.

Jhoni menjelaskan kawasan hutan di beberapa wilayah, seperti Kaur, Bengkulu Selatan, Seluma, Mukomuko, Bengkulu Utara, dan Lebong mengalami degradasi signifikan akibat alih fungsi lahan untuk perkebunan dan aktivitas perusahaan.

‘’Wilayah seperti Mukomuko, yang terdiri dari kawasan hutan produksi dan konservasi, kini menghadapi tekanan akibat pembukaan lahan untuk sawit,’’ sebut Jhoni.

Selain itu, kawasan yang berfungsi sebagai koridor gajah di Kabupaten Bengkulu Utara – Mukomuko juga mengalami ancaman serius.

Jhoni juga menyoroti permasalahan terkait alih fungsi lahan di kawasan izin perusahaan, seperti PT ALNO-Estate dan PT API. Laporan masyarakat menunjukkan bahwa beberapa perusahaan membuka lahan cadangan yang seharusnya tidak boleh digarap.

Lalu, kawasan hutan di daerah seperti Seluma, Bengkulu Selatan, dan Bengkulu Tengah juga mengalami kerusakan akibat aktivitas tambang dan perkebunan.

‘’Kerusakan hutan di Bengkulu Selatan, misalnya, banyak terjadi di perbatasan dengan Pagar Alam, sementara di Seluma, tambang emas telah memicu kerusakan signifikan di kawasan Bukit Barisan,’’ sambung Jhoni.

Pemerintah Provinsi Bengkulu, melalui program REDD+ yang memantau emisi gas rumah kaca, telah mengalokasikan dana sebesar Rp11 miliar untuk mendukung upaya pencegahan deforestasi.

Namun, Jhoni menegaskan perlunya koordinasi lebih baik antara pemerintah, perusahaan dan masyarakat untuk melindungi keberadaan kawasan hutan.

‘’Kami berharap ada peningkatan anggaran dan tambahan personel, agar perlindungan hutan dapat dilakukan secara maksimal. Hutan adalah aset penting yang tidak hanya menopang kehidupan lokal, tetapi juga berkontribusi terhadap mitigasi perubahan iklim secara global,’’ tutup Jhoni.(JUL)

Related Articles

Stay Connected

0FansLike
3,671FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Latest Articles

error: Opss tulisan ini dilindungi Hak Cipta !!