BencoolenTimes.com – Ratusan driver Ojek Online (Ojol) Bengkulu sampaikan aspirasi protes terkait kebijakan dari aplikator yang tidak berpihak atas kesejahteraan mitra pengemudi. Aksi unjuk rasa penyampaian aspirasi ini dilakukan di depan Kantor DPRD Kota Bengkulu pada Senin, 23 Juni 2025.
‘’Kami hanya ingin kebijakan yang adil dan manusiawi. Jika kebijakan dibuat tanpa mendengarkan suara kami, lalu di mana keadilan itu,’’ kata Robi Berlian, selaku Penanggungjawab aksi tersebut.
Menurut Robi, penerapan sistem yang diberlakukan oleh aplikator membebani para driver ojol. Sebab, ada salah satu sistem baru aplikator yang target orderan menetapkan level berdasarkan jumlah order, seperti 500 untuk level Jawara, 425 untuk Ksatria, dan 350 untuk pejuang telah mendorong mitra bekerja di luar batas kemampuan.
Ini sudah berjalan selama satu bulan, ini berdampak dengan driver,’’ sampai Robi.
Saat bertemu langsung dengan anggota dewan, Robi mengungkapkan bahwa pihaknya disambut baik dan akan berjanji untuk memfasilitasi untuk bertemu dengan pemerintah atau instansi terkait.
‘’Mereka akan memfasilitasi kami untuk bertemu dengan pemerintah dan instansi terkait, seperti Dishub, Disnaker dan aplikator,’’ ungkap Robi.
Wakil Ketua I DPRD Kota Bengkulu, Rahmad Widodo menyampaikan, jika pihaknya telah menerima aspirasi massa aksi terkait kebijakan yang menambah beban bagi para driver ojol terutama yang tergabung dalam Grab.
Rahmad berjanji, pihak legislatif akan memfasilitasi para driver untuk melakukan pertemuan dengan pihak aplikator bersama pemerintah. ‘’Yang jelas, sebagai anggota dewan, kami siap untuk menjembatani dan mencari solusi yang terbaik, karena itu sangat memberatkan mereka,’’ pungkas Rahmad.
Adapun Tiga poin tuntutan dari massa aksi unjuk rasa tersebut, yaitu menolak sistem target orderan baru, Driver menilai sistem baru yang menetapkan level berdasarkan jumlah order.
Seperti 500 untuk level Jawara, 425 untuk Ksatria, dan 350 untuk pejuang telah mendorong mitra bekerja di luar batas kemampuan. Target tinggi tersebut tidak realistis, terutama di tengah kondisi persaingan dan jumlah order yang tidak merata.
Kemudian, menolak sistem orderan Slot, dimana skema distribusi order yang disebut ‘Slot’ dinilai tidak adil dan merugikan banyak pengemudi atau driver.
Serta, menolak kebijakan lain yang dianggap tidak manusiawi, sejumlah kebijakan operasional dianggap sepihak, tanpa mendengarkan suara mitra.(JUL)