BencoolenTimes.com, – Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menjadi bagian penting upaya mencegah tindak korupsi. Asas transparansi, akuntabilitas, dan kejujuran para penyelenggara negara dan menjadi kunci agar mereka terhidar dari menikmati harta yang tidak sah saat menjadi pejabat negara.
Berdasarkan LHKPN, 5 Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) wilayah Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) harta kekayaannya berbeda-beda.
Dalam laporan LHKPN, ada 5 Kajati wilayah Sumbagsel memiliki harta fantastis, bahkan salah satu Kajati dari dua tahun menjabat sebagai Kajati hartanya meningkat sekitar Rp 2,1 miliar.
Namun, ada juga beberapa Kajati di wilayah Sumbagsel yang tidak melaporkan data harta kekayaannya sejak sebelum menjabat Kajati di wilayahnya masing-masing.
Kajati terkaya dari 5 Kajati di wilayah Sumbagsel dipegang oleh Kajati Bengkulu yakni Heri Jerman dengan nilai sebesar Rp 7.965.860.474.
Berdasarkan data dari laman elhkpn.kpk.go.id, berikut ini daftar 5 Kajati di wilayah Sumbagsel
1. Kajati Bengkulu Heri Jerman
Kajati Bengkulu Heri Jerman mempunyai harta kekayaan sebesar Rp 7.965.860.474. Harta kekayaan dari Kajati Bengkulu Heri Jerman dilaporkan tahun 2022 lalu, sedangkan tahun 2021 dari awal menjabat sebagai Kajati, Heri Jerman mempunyai harta sebesar Rp 5.803.060.474.
Harta kekayaan milik Kajati Bengkulu ini meningkat drastis selama dia menjabat sebagai Kajati, dengan nilai mencapai Rp 2.156.800.00.
Heri Jerman mempunyai harta kekayaan yang berdasarkan ia laporkan di LHKPN sebesar Rp.7.965.860.474 periode 31 Desember 2022.
Tanah dan Bangunan Rp 5.300.000.000, aset ini berasal dari hasil sendiri yang mencangkup dari 8 tanah yang ada di Ogan Komering Ulu dan sisanya tanah dan bangunan berada di Situbondo juga Sidoarjo.
2. Kajati Bangka Belitung, Asep Maryono
Kajati Babel Asep Maryono mempunyai harta kekayaan sebesar Rp 3.783.437.861, data dilaporkan ke LHKPN terakhir 31 Desember 2020 sejak menjabat sebagai Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Jabatan sebagi Kepala Biro, dan sebelum itu 31 Desember 2019 dia mencatatkan mempunyai harta kekayaan sebesar Rp 3.751.437.861. Saat itu menjabat sebagai Wakil Kajati Bali.
Tanah dan Bangunan Rp 1.938.452.000 yang dimana untuk aset ini merupakan hasil sendiri juga warisan, mencangkup 2 tanah dan 8 tanah beserta bangunan lalu semuanya ada di Bandung. Sedangkan untuk alat transportasi dan mesin sebesar Rp 519.000.000 dengan 2 sepeda motor, dan 2 mobil yang berasal dari hasil sendiri. Lalu untuk harga bergerak lainnya senilai Rp 57.795.000, kas setara kas Rp 1.268.190.861.
3. Kajati Sumatera Selatan, Sarjono Turin
Untuk Kajati Sumsel Sarjono Turin mencatatkan harta kekayaannya di LHKPN dengan nilai sebesar Rp 1.657.555.082 data yang dilaporkan terakhir pada periode 31 Desember 2020 sejak menjabat sebagai Kajati Sulawesi Tenggara. Harta kekayaan ini tidak bergerak sama sekali dari tahun 2019 lalu, sejak Sarjono Turin menjabat sebagai Wakil Kajati DKI Jakarta di tahun 2019.
Tanah dan Bangunan Rp 1.061.791.000 yang dimana untuk aset ini merupakan hasil sendiri, mencangkup 12 tanah dan 2 tanah beserta bangunan lalu semuanya ada di Jambi, Tangerang, Bogor. Sedangkan untuk alat transportasi dan mesin sebesar Rp 445.000.000 dengan 2 sepeda motor, dan 3 mobil yang berasal dari hasil sendiri. Lalu untuk harga bergerak lainnya senilai Rp 10.800.000, kas setara kas Rp 139.964.082.
4. Kajati Lampung, Nanang Sigit Yulianto
Kajati Lampung Nanang Sigit Yulianto mencatatkan harta kekayaannya ke LHKPN sebesar Rp 1.206.156.167, data itu dilaporkan sejak periode 31 Desember 2021. Harta kekayaan dari Nanang Sigit Yulianto ini tidak bergerak sama sekali sejak dia masih menjabat sebagai Inspektur V pada Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.
Tanah dan Bangunan Rp 710.000.000 yang dimana untuk aset ini merupakan hasil sendiri, mencangkup 1 tanah dan 1 tanah beserta bangunan lalu semuanya ada di Sleman. Sedangkan untuk alat transportasi dan mesin sebesar Rp 210.000.000 dengan 1 mobil Toyota Fortuner Tahun 1990 yang berasal dari hasil sendiri. Lalu untuk harga bergerak lainnya senilai Rp 185.000.000, kas setara kas Rp 101.156.167.
5. Kajati Jambi, Erlan Suherlan
Kajati Jambi Erlan Suherlan sama sekali tidak melaporkan harta kekayaannya di LHKPN.
* Penjelasan LKHPN
LHKPN adalah kependekan dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara. LHKPN adalah laporan yang wajib diisi dan disampaikan oleh penyelenggara negara, termasuk pejabat negara, anggota legislatif, dan pejabat pemerintahan lainnya di Indonesia.
Tujuan LHKPN adalah untuk mencegah korupsi dengan memantau perubahan harta kekayaan penyelenggara negara selama masa jabatan mereka.
LHKPN mengharuskan penyelenggara negara untuk melaporkan harta kekayaan mereka, termasuk harta bergerak (seperti kendaraan, perhiasan, dan barang berharga lainnya).
Dan harta tak bergerak (seperti tanah dan bangunan), serta kekayaan lainnya seperti tabungan, deposito, saham, obligasi, dan investasi lainnya. Laporan ini juga mencakup utang, piutang, pendapatan, dan pengeluaran.
LHKPN bertujuan untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan kekayaan penyelenggara negara serta mengidentifikasi indikasi tindakan korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan.
Laporan ini diajukan secara berkala, baik saat memasuki jabatan, selama masa jabatan, maupun setelah masa jabatan berakhir.
* Sanksi Bila Tidak Mencantumkan Harta Kekayaan di LHKPN
Jika seseorang tidak mencantumkan atau menyembunyikan harta kekayaan yang seharusnya dilaporkan dalam LHKPN, konsekuensinya dapat beragam tergantung pada peraturan dan hukum yang berlaku di negara tersebut.
Di Indonesia, konsekuensi yang mungkin timbul jika seseorang tidak melaporkan harta kekayaan dalam LHKPN atau memberikan laporan yang tidak akurat adalah sebagai berikut:
1. Tindakan Disiplin
Pelanggaran terhadap kewajiban melaporkan LHKPN dapat mengakibatkan tindakan disiplin internal, seperti teguran, sanksi administratif, atau pemecatan terhadap penyelenggara negara yang bersangkutan.
2. Tindakan Hukum
Pelanggaran terhadap kewajiban melaporkan LHKPN dapat menimbulkan tindakan hukum.
Misalnya, di Indonesia, berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (UU Pemberantasan Korupsi), seseorang yang tidak melaporkan harta kekayaan atau memberikan laporan palsu dalam LHKPN dapat dikenai sanksi pidana, termasuk penjara dan denda.
3. Sanksi Administratif
Pihak yang berwenang, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Indonesia, dapat memberlakukan sanksi administratif, seperti penalti keuangan atau larangan menduduki jabatan publik, terhadap mereka yang tidak memenuhi kewajiban melaporkan LHKPN.
Penting untuk dicatat bahwa konsekuensi yang lebih spesifik tergantung pada peraturan dan hukum di negara masing-masing.
Oleh karena itu, penting bagi penyelenggara negara untuk memahami dan mematuhi persyaratan dan kewajiban yang berlaku terkait LHKPN di negara mereka. (BAY)