BencoolenTimes.com, – Kasus dugaan penganiayaan terhadap tahanan kasus senjata api (senpi) inisial R beberapa waktu lalu yang diduga dilakukan sejumlah oknum perwira Polda Bengkulu berlanjut. Kasus dugaan penganiayaan yang dilaporkan keluarga R ke Bidang Profesi dan Pengaman (Propam) Polda Bengkulu tersebut sudah bergulir ke persidangan pelanggaran kode etik profesi Polri yang sudah digelar di Polda Bengkulu, Senin (15/1/2024).
Korban dugaan penganiayaan yakni R mengaku, dalam sidang kode etik tersebut, baru dua orang perwira Polda Bengkulu yang menjalani, sedangkan terduga pelaku penganiayaan terhadap dirinya sewaktu menjadi tahanan Polda Bengkulu dalam perkara kepemilikan senjata api sekitar 28 orang anggota Polri Polda Bengkulu.
“Kemarin saya, istri saya dan satu saksi kunci hadir dalam persidangan setelah mendapat undangan dari Bid Propam Polda Bengkulu. Dalam persidangan kemarin pada intinya kami menyampaikan secara jelas sesuai fakta dan alat bukti bahwa memang telah terjadi penganiayaan yang dilakukan oknum polisi Polda terhadap saya sewaktu menjadi tahanan,” kata R baru-baru ini.
R mengaku, dirinya telah mengakui soal kepemilikan senjata api dan telah menlajani hukuman sesuai putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkulu. Namun, untuk dugaan penganiayaan yang ia alami sewaktu di Polda Bengkulu, semua pihak yang terlibat tidak hanya disidang secara etik, tetapi juga secara pidana.
“Kami meminta Bid Propam Polda Bengkulu, Kapolda Bengkulu dan pak Kapolri bahwa keinginan kami, semua yang terlibat didalam penganiayaan tersebut diperiksa dan diadili sesuai yang berlaku,” jelas R.
R menyebutkan, laporang dugaan penganiayaan itu bukan tanpa dasar, tetapi ia memiliki bukti bahwa banyak saksi yang menyaksikan saat dirinya dianiaya oknum Polri Polda Bengkulu pada 24 Februari 2023 lalu di Ruangan Jatanras Polda Bengkulu. R mengaku, alat yang digunakan oknum polisi untuk menganiaya dirinya sudah disiapkan seperti Tojok sawit, besi ulir sekitar 50 cm, kayu sebesar lengan sekitar beberapa buah, selang.
“Jadi disana mereka langsung menganiaya saya secara membabi buta secara bergantian. Menurut saya, mereka tidak lagi sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) dan hal-hal inilah yang kami terangkan saat sidang kode etik. Kami jelaskan secara rinci kejadian-kejadian dugaan penganiayaan itu,” ungkap R.
Pada saat di Persidangan, sambung R, oknum polisi yang diduga melakukan penganiayaan tidak mengakui perbuatannya. Hal itu menurut R hal yang wajar, kendati demikian, semuanya akan ia terbukti pada saat pembuktian. “Kejadian pemukulan itu terjadi ketika saya sudah berada di Polda Bengkulu di Ruangan Jatanras.
“Yang terlibat ini sebenarnya banyak, tapi yang saya sebutkan dalam sidang ada tujuh orang sedangkan yang lain saya tidak tau namanya tapi hanya ingat wajahnya. Saya sangat berharap kepada Polda Bengkulu untuk melaksanakan sidang etik ini secara sebenarnya,” terang R.
R menyatakan, pihaknya juga telah melaporkan dugaan penganiayaan tersebut ke Kompolnas RI. Kepada Kompolnas, pihaknya telah melampirkan bukti-bukti serta seluruh keterangan saksi dan saat ini laporan sedang dalam proses.
“Kami juga telah melaporkan ke Mabes Polri, yang kami harapkan bukan hanya soal etiknya tetapi juga pidana umumnya, karena aksi kekerasan yang dilakukan oknum Polda Bengkulu harus ditindak tegas, supaya tidak terulang lagi dan dilakukan secara terus menerus. Jangan sampai kasus pidana penganiayaan hanya berlaku kepada masyarakat sipil saja, karena penganiayaan yang mereka lakukan sudah tergolong penganiayaan berat,” demikian R.
Terpisah, media ini sudah berupaya melakukan konfirmasi ke Polda Bengkulu berkaitan dengan hal tersebut namun pihak Polda masih enggan memberikan pernyataan secara resmi. (BAY)