BencoolenTimes.com – Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Publik (LBH-AP) Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Provinsi Bengkulu, mengecam keras aksi premanisme yang terjadi pada Diskusi Publik Aktivis di Jakarta, Sabtu, 28 September 2024 lalu.
Diketahui, saat kegiatan diskusi publik para aktivis yang bertajuk ‘Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional’, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, sekelompok orang tidak dikenal secara tiba-tiba masuk dan membubarkan acara.
Bahkan tidak hanya membubarkan kegiatan tersebut, menurut berbagai pemberitaan yang beredar, para pelaku pembubaran sempat merusak berbagai perlengkapan dan peralatan yang digunakan dalam kegiatan tersebut. Serta sempat melakukan penganiayaan terhadap beberapa anggota keamanan di lokasi diskusi.
Diungkapkan Ketua LBH-AP PWM Provinsi Bengkulu, Elfahmi Lubis, SH, M.Pd, mereka mengutuk dan mengecam keras tindakan persekusi maupun aksi premanisme yang dilakukan terhadap diskusi publik tersebut. Aksi tersebut dianggap tindakan provokatif dan intimidatif, serta anti demokrasi.
Untuk itulah, mereka menyatakan sikap terhadap aksi tersebut yang dituangkan dalam beberapa point. Pertama, mengecam dan mengutuk keras tindakan persekusi dan premanisme yang dilakukan sekelompok Orang Tak Dikenal (OTK) terhadap diskusi.
Kemudian kedua, menegaskan bahwa tindakan persekusi dan premanisme terhadap kebebasan berkumpul dan berserikat, mengeluarkan pendapat baik secara lisan dan tulisan adalah dilindungi oleh konstitusi Pasal 28E ayat 3 UUD NRI Tahun 1945. Selain itu setiap warga negara bebas menyatakan pendapat dimuka umum dan dijamin oleh UU RI Nomor 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, serta dilindungi oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
‘’Oleh sebab itu dengan dalil dan alasan apapun tidak dibenarkan segala bentuk pembatasan berekspresi setiap warga negara dan negara wajib melindunginya,’’ sampai Elfahmi.
Selanjutnya ketiga, lanjut Elfahmi, mengecam tindakan persekusi dan premanisme atas kebebasan sipil dan politik warga negara oleh siapa pun dan atas nama apapun. Karena itu tindakan melanggar hukum dan prinsip-prinsip negara demokrasi.
‘’Hal ini secara tegas telah diproteksi oleh UU Nomor 12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan International Covenant On Civil And Political Rights,’’ lanjut Elfahmi.
Ditambahkan Elfahmi, mendesak agar negara dapat melakukan tindakan tegas dan nyata dalam bentuk penegakan hukum terhadap pelaku persekusi dan premanisme kebebasan sipil warga negara, baik kepada aktor intelektual maupun aktor dilapangan. Karena Negara tidak boleh kalah dengan segala bentuk tindakan premanisme, kekerasan, teror, intimidasi oleh siapa pun dan atas nama apapun.
‘’Pernyataan sikap ini kami sampaikan, sebagai bentuk seruan moral agar negara bertindak tegas terhadap segala bentuk tindakan melawan hukum dan melanggar prinsip-prinsip demokrasi,’’ imbuh Elfahmi.
Sementara itu, dari beberapa postingan di media sosial, Polda Metro Jaya sudah merelease tindaklanjut dari aksi pembubaran sejumlah orang pada kegiatan diskusi tersebut. Polisi memperlihatkan dua orang terduga pelaku, berinisial FEK (38) selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi oembubaran. Serta GW (22) yang diduga sebagai pelaku pengerusakan spanduk dalam gedung dan pelaku penganiayaan terhadap petugas keamanan.
‘’Pertama FEK selaku kordinator lapangan dan GW selaku pelaku pengerusakan spanduk yang ada di dalam gedung dan penganiayaan, terhadap petugas keamanan, satpam, termasuk ada anggota Polri juga yang menjadi korban penganiayaan yang dilakukan oleh mereka,’’ sampai Wakapolda Metro Jaya, Brigjen Pol. Djati Wiyoto Abadhy dalam video release di Polda Metro Jaya, Minggu, 29 September 2024.(OIL)