Friday, September 13, 2024
spot_img

Bantah Tudingan, Kuasa Hukum PT BMQ: Laporan Direkayasa!

BencoolenTimes.Com, – PT Bara Mega Quantum (BMQ) pimpinan Nurul Awaliyah melalui kuasa hukumnya Supriyadi, menegaskan jika laporan terhadap kliennya tersebut adalah rekayasa.

Dikatakan Supriyadi, menanggapi salah satu pemberitaan di media koran Bengkulu, dirinya selaku kuasa hukum ibu Nurul Awaliyah menyatakan ibu Nurul Awaliyah ini selain dari Direktur Utama (Dirut) PT Borneo Suktan Mining (BSM), dia juga adalah Dirut PT BMQ.

“Dirut PT BMQ ini adalah ibu Nurul, mengapa kita katakan seperti itu? Kita akan kupas. Pertama harus kita pisahkan antara perkara pidana dan perdata. Perkara pidana tidak akan melahirkan hak keperdataan bagi siapapun, baik bagi pelapor maupun terlapor,” jelasnya.

Secara keperdataan, PT Bara Mega Quantum ini Dirutnya adalah ibu Nurul. Hal itu berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA). Adapun perkara pidana, yang versi mereka ibu Nurul ini sebagai tersangka, tentu perkara pidana ini sebelum jadi tersangka ada laporan dulu.

“Nah, mereka ini merekayasa laporan ini seolah-olah ibu Nurul ini melakukan tindak pidana. Sekarang apa yang dilakukan ibu Nurul? Ibu Nurul hanya memperjuangkan haknya, dan jelas-jelas putusannya sudah inckrah bahwa ibu Nurul adalah direktur utama dan pemilik PT BMQ. Oleh karena itu, wajib bagi Ibu Nurul untuk memperjuangkan haknya dan wajib juga bagi ibu Nurul untuk melakukan kegiatan penambangan di lokasi tersebut,” ungkapnya.

Terkait dengan laporan polisi yang sudah di SP3 (Surat Penghentian Penyidikan Perkara), kata Supriyadi, yang ada itu ibu Nurul melaporkan pihak mereka dan di SP3 kan. Telah diajukan juga praperadilan, namun praperadilan ibu Nurul ini ditolak.

Dari hasil prapid kemarin telah ditemukan begitu banyak novum baru, dan tindakan penyidik yang diduga tidak bijak menurut saksi ahli. Sehingga, ibu Nurul Awaliyah kembali melaporkan pihak Dinmar Najamudin ke Polda bengkulu.

Supriyadi menjelaskan, perlu dipahami disini, praperadilan ini tidak ada hubungannya dengan hak keperdataan.

SP3 itu banyak alasannya, bisa tidak cukup bukti, Nebis Ini Idem, dan sebagainya. Tapi harus digaris bawahi, putusan praperadilan tidak melahirkan hak bagi mereka, itu yang perlu digaris bawahi. Tidak melahirkan hak bagi pelapor dan tidak menghilangkan hak juga bagi terlapor ataupun pihak-pihak terkait lainnya.

“SP3 ya kemungkinan tidak ada bukti, nanti kalau buktinya sudah cukup, sudah ditemukan lagi bukti-bukti lain, bisa saja SP3 itu dicabut lagi oleh pihak kepolisian dan perkara ini ditindaklanjuti,” terangnya, Kamis (14/3/2019).

Artinya, SP3 praperadilan yang berkaitan dengan pidana itu tadi tidak melahirkan hak keperdataan. Contohnya, tidak menyebabkan lahan itu punya pelapor dan sebagainya. Sehingga, SP3 atau menang praperadilan itu sebenarnya tidak usah dibahas.

Kemudian, berkaitan dengan laporan Lumban Batu, yang karena itu ibu Nurul jadi tersangka.

“Kita tidak mau berseberangan dengan pihak kepolisian, tapi setelah kita ditetapkan jadi tersangka ini kita jadi wajib lapor. Karena memang administrasinya seperti itu, bukan berarti kita bersalah. Seseorang itu tidak bisa dikatakan bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan seseorang bersalah,” ucapnya.

Mari dikaji, lanjut Supriyadi, yang melaporkan adalah Lumban Batu terkait dengan akta 105.

“Begitu kita di BAP, kita tanya dengan penyidik apakah Lumban Batu ini mengetahui peristiwa 105 ini? Ternyata dia tidak mengetahui. Lalu kita tanya, korbannya siapa ini? Uang Rp. 2 miliar versi mereka itu dari mana? Jawabannya dari orang lain, bukan dari Dinamar atau Lumban Batu. Sehingga yang jadi korban ini siapa? Orang itu membayar ke ibu Nurul karena perjanjian 105 tadi,” jelasnya.

Seharusnya mereka itu menyadari, sambung Supriyadi, kenapa ada perjanjian perdamaian akta 105 yang dituangkan di dalam putusan MA. Alasannya, karena mereka meminta kepada ibu Nurul agar berdamai, dan supaya ibu Nurul mencabut laporan polisi di Mabes Polri.

Apa laporan polisi itu? Laporan polisi terkait mereka yang memalsukan akta 27, yakni akta yang digunakan untuk pengesahan badan hukum akta 267 oleh bupati.

“Saya melihat, putusan perdamaian inikan harus dilaksanakan secara sukarela karena win win solution. Tapi, setelah ada akta perdamaian ini malah mereka tidak mentaati,” ujarnya.

“Ini saya lihat akal-akalan mereka saja supaya mereka selamat dari jeratan pidana itu. Setelah selesai, masih lagi mereka bikin ulah seperti ini. Karena itu, walaupun ditetapkan tersangka atas laporan Lumban Batu itu, kita udah kirim somasi kepada dia supaya menjelaskan posisi dia apa, walaupun si pelapor ini bukan korban atau saksi korban,” tuturnya.

Paling tidak, ada kualitasnya Lumban Batu ini sebagai saksi. Dia melihat, mendengar atau merasakan langsung? sedangkan pada peristiwa ini mereka tidak ada.

“Saya rasa, ini kalau mau dipanjangin Lumban Batu bisa kita lapor pidana atas dugaan membuat laporan palsu. Nanti kita lihat saja perkembangannya, yang jelas sekali lagi saya tegaskan mau ditetapkan tersangka berapa kali pun, silahkan tetapkan sebagai tersangka sepanjang itu ada buktinya. Tapi hak keperdataan ibu Nurul tetap melekat sampai kapanpun, ibu Nurul adalah pemilik dan Dirut PT BMQ. Sehingga, ibu Nurul yang berhak melakukan penambangan dan kegiatan apapun di lokasi tersebut,” tegasnya.

Terkait akta 267? Supriyadi menjawab, Akta itukan adalah keputusan bupati mengenai pengesahan badan hukum.

“Nah, kita lihat disini apakah mengesahkan suatu badan hukum itu adalah kewenangan bupati atau tidak. Kita berpijaknya disitu dulu, kita baca UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT). Pasal 7 ayat 4, disitu disebutkan Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroaan,” terangnya.

“Jelas-jelas disini kewenangan yang mengesahkan badan hukum itu adalah kementerian, dalam hal ini adalah Kementerian Hukum dan HAM,” paparnya.

Berarti tidak ada kewenangan bupati untuk menerbitkan badan hukum tersebut. Karena itu bukan kewenangan bupati, maka keputusan tersebut tidak memiliki kekuatan apa-apa, dianggap tidak pernah ada dan tidak bisa digunakan untuk mengklaim bahwa pihak lainnya itu memiliki PT BMQ atau sebagai Dirut berdasarkan keputusan bupati.

Selain itu, keputusan itu juga dapat dicabut atau dibatalkan berdasarkan UU No 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Bisa dicabut dan bisa dibatalkan juga, alasannya karena tidak ada kewenangan bupati disitu.

Karena tidak ada kewenangan, maka bisa dicabut oleh yang mengeluarkan keputusan tersebut atau atasan si pembuat keputusan. Bisa juga karena perintah pengadilan.

“Hal ini sudah kita sampaikan kepada bupati, kita sudah rapat dan meminta bupati untuk mencabut atau membatalkan keputusan ini karena ditemukan cacat administrasi,” tandasnya.

Apa cacat administrasi yang dimaksud? Bahwa akta 267 itu dimohonkan berdasarkan permohonan seseorang pada tanggal 2 September 2011. Sedangkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Bengkulu itu tanggal 11 Juli 2011, menyatakan bahwa ibu Nurul adalah Dirut dan pemilik PT BMQ. Ditambah lagi saat ini, dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung.

“Berarti tidak alasan mereka menggunakan akta 27 itu untuk melakukan permohonan-permohonan apapun karena dasarnya adalah akta 27 yang sudah dibatalkan, lalu terbitlah akta 267. Saya kira disini bupati bijak mencabut keputusan tersebut,” pungkasnya. (Ros)

Related Articles

error: Opss tulisan ini dilindungi Hak Cipta !!