BencoolenTimes.com, – Kasus tambang batu bara ilegal di Desa Kota Niur Kecamatan Semindang Lagan Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng) yang ditangani Polda Bengkulu diduga terstruktur. Namun, hingga kini, Polda Bengkulu masih menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus tersebut yakni MA dan KS selaku operator alat berat dan koordinator lapangan, sedangkan terduga pemodal dari Jakarta inisial H belum diproses.
Berdasarkan informasi lapangan yang berhasil dihimpun media ini, awalnya tambang tersebut ditambang secara manual oleh masyarakat dan ditampung pengepul. Lantaran diduga pengepul ini mempunyai relasi di Jakarta yakni terduga pemodal.
Kemudian terduga pemodal tersebut memodali dengan membelikan alat berat agar batu bara yang ditambang lebih banyak lagi. Diduga, guna menyamarkan keterlibatan pemodal, pembelian alat berat tersebut tidak menggunakan nama pemodala melainkan menggunakan nama pengepul.
Terkait informasi tersebut, media ini telah mengonfirmasi H yang diduga sebagai pemodal. Namun, hingga berita ini ditayangkan, H belum memberikan jawaban, Selasa (13/6/2023).
Terkait hal ini, Ketua Front Pembela Rakyat (FPR) Provinsi Bengkulu, Rustam Efendi, SH menyebut, tambang batu bara ilegal tersebut sangat terstruktur. Rustam menilai, dugaan menyamarkan nama pemilik alat berat oleh terduga pemodal agar terduga pemodal namanya tidak terdeteksi.
“Modus ini terstruktur, karena ada upaya pemodal menghilangkan jejak agar tidak terdeteksi, oleh sebab itu pembelian alat berat atasnama pengepul bukan pemodal,” kata Rustam kepada BencoolenTimes.com, Selasa (13/6/2023).
Rustam berharap, Polda Bengkulu mengusut sampai tuntas permainan terduga pemodal tersebut dengan profesional.
“Ini wajib hukumnya dituntaskan, jangan sampai nanti hanya sebatas dua tersangka, keterlibatan terduga pemodal kita duga sangat besar. Kita berharap Polda Bengkulu komitmen dan profesional menyelesaikan kasus ini,” demikian Rustam.
Kasus tambang batu bara ilegal ini menuai sorotan publik, banyak pihak mulai dari organisasi masyarakat, Front Pembela Rakyat (FPR), Pusat Kajian Anti Korupsi (Puskaki), Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) hingga DPRD Provinsi Bengkulu, mereka mendorong Polda Bengkulu mengungkap aktor lainnya yang terlibat dalam aktivitas tambang batu bara ilegal tersebut.
Pihak-pihak ini menilai ada aktor intelektual atau pemodal dibalik aktivitas tambang batu bara ilegal di kawasan Hutan Produksi tersebut. Oleh sebab itu, Polda Bengkulu diharapkan dapat mengungkapnya secara tuntas dan terang, lalu disampaikan ke publik.
Terlepas dari aktor intelektual dibalik tambang batu bara ilegal tersebut, mereka juga meminta Polda Bengkulu mengusut legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) yang digunakan para pelaku tambang batu bara ilegal. Terlebih lagi, khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana.
Kasus tambang batu bara ilegal di Bengkulu Tengah ini info didapat media ini juga dimonitor pemerintah pusat, bahkan RI 1 turut memonitor.
Sekadar mengingatkan, dalam kasus ini, Tim Ditreskrimsus Polda Bengkulu menetapkan 2 tersangka yakni MA dan KS dalam kasus tambang batu bara ilegal. Polda juga mengamankan barang bukti dua unit alat berat jenis excavator di lokasi pertambangan, serta ribuan ton batu bara yang telah dikemas di dalam karung.
Peran masing-masing tersangka ini, selaku pengelola tambang ilegal dan operator alat berat. Penambangan batu bara diduga ilegal itu dilakukan sejak bulan November 2022 lalu. Modusnya, tersangka melakukan penambangan ilegal dengan menggali batu bara menggunakan alat berat jenis excavator.
Setelah batu bara digali, tersangka kemudian memperkerjakan orang untuk mengemas batu bara menggunakan karung. Selanjutnya, batu bara hasil penambangan ilegal tersebut dijual ke Jakarta menggunakan jasa angkutan darat.
Tersangka menjual batu bara hasil penambangan tanpa izin dengan menggunakan legalitas Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP). Khusus pengangkutan dan penjualan batu bara, tersangka menggunakan perusahaan atas nama CV. Laksita Buana, termasuk jasa angkutannya.
Kedua tersangka dijerat Pasal 158 Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagaimana diubah dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 2020 tentang pertambangan mineral dan batu bara. (BAY).