BencoolenTimes.com, – Kementrian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Balai Wilayah Sumatera VII Bengkulu membeberkan faktor ambruknya jembatan Air Nipis pada awal September 2021 lalu dan kerusakan irigasi Air Nipis Kabupaten Bengkulu Selatan.
Pejabat Pelaksana Kegiatan (PPK) Irigasi dan Rawa BWS VII Bengkulu Hadi Buana mengatakan, beberapa fakta ditemukan di lapangan, salah satunya di sepanjang jaluran irigasi ada pengambilan-pengambilan air itu denga menjebol saluran, tak hanya itu, pengambilan juga dilakukan dengan menghadang air, sehingga terjadi luapan-luapan dengan maksud agar air meluap dan mengisi kolam di sekitar. Oleh sebab itu, ketika terjadi intensitas hujan tinggi dan debit air tinggi, maka air akan meluap kemana-mana tidak terarah, sehingga bisa merusak saluran-saluran yang ada saat ini.
“Contohnya pada Oktober dan November 2019 lalu dua kali putus saluran irigasi. Memang faktor utama saat itu terjadi banjir besar pada 2019 dan 2020, namun faktor keduanya, selain dari alam juga, akibat dari adanya perlakuan di saluran irigasi yang menyebabkan saluran irigasi itu meluap. Jadi dimohon pada masyarakat dapat menggunakan air sesuai dengan petunjuk, jangan sampai membuat sadapan-sadapan liar yang berujung dengan cepat rusaknya infrastruktur irigasi yang ada di Air Nipis,” kata Hadi Buana saat dikonfirmasi, Jumat (1/10/2021).
Hadi Buana membantah argumen tokoh masyarakat Air Nipis yang menyampaikan bahwa ambruknya Jembatan Air Nipis di Kabupaten Bengkulu Selatan pada awal September 2021 lalu karena adanya kesalahan dalam pengerjaan. Ia menegaskan, ambruknya jembatan itu murni karena bencana alam. Hal itu bisa dibuktikan secara logis dan ilmiah. Hadi Buana mendukung permintaan tokoh masyarakat itu yang meminta Aparat Penegak Hukum (APH) turun ke lapangan melakukan investigasi, guna memberikan kepastian hukum dan menjawab penyebab ambruknya Jembatan Air Nipis.
“Terkait dengan pekerjaan bendung, itu kita ada dua teknis pengerjaan, pertama teknis pengerjaan dengan kombinasi antara kis dam dengan saluran pengelak, teknis kedua, teknis pengerjaan dengan kis dam yang dikerjakan setengah-setengah. Alternatif yang pertama tidak mungkin kita laksanakan, kita lihat secara menyeluruh bahwa di sekitar Bendung Seginim semua sudah berupa permukiman, infrastruktur masyarakat, jalan dan lainnya, oleh karena itu, alternatif kedua yang kita ambil yaitu mengerjakan bendungan ini dengan cara setengah-setengah dengan cara membuat kis dam,” ungkap Hadi Buana.
Hadi Buana melanjutkan, pembuatan Kis Dam tujuannya bukan mempersempit lebar sungai, namun dibuat untuk melindungi bangunan yang sedang dibangun yang artinya banjir sejatinya sudah diakomodir lewat pembangunan Kis Dam tersebut. Adapun banjir pada awal September adalah banjir dengan kala ulang 25 tahun lebih. Artiannya memang banjir yang luar biasa, sedangkan Kis Dam itu di desain dengan kala ulang dibawahnya. Selain itu, pengerjaan Kis Dam saat itu belum mencapai tout-nya, sehingga air meluap dan terlihat menghantam sisi kanan padahal, umur dari bendung itu sendiri sudah 35 tahun, artinya ada faktor usia disana serta mekanisme rembesan-rembesan yang secara akumulatif dapat berkontribusi pada kelongsoran dan lainnya.
“Banyak faktor yang menyebabkan miringnya jembatan itu, tapi tidak bisa kita salahkan teknis pengerjaan, karena teknis pengerjaan sudah sesuai dengan petunjuk teknis yang benar,” demikian Hadi Buana. (Bay)