BencolenTimes.com – Gelaran Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2024 sudah memasuki tahapan kampanye yang dimulai sejak 28 November 2023 hingga Februari 2024 mendatang. Meskipun saat ini Dunia sudah dalam era digital, namun tetap saja kampanye yang dilakukan pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) maupun anggota Legislatif (Caleg) tetap didominasi menggunakan Alat Peraga Kampanye (APK) non digital.
APK tersebut, mulai dari Reklame, Spanduk dan Umbul-umbul yang menampilkan citra diri sebagai peserta pemilu sekaligus menjadi alat untuk menarik dukungan. Saking banyaknya Alat Peraga Kampanye itu, titik-titik strategis yang banyak dilalui orang menjadi rebutan, khususnya para caleg di masing-masing Daerah Pemilihan (Dapil).
Namun saying, ketika ruang memasang APK sudah tak lagi tersedia atau sudah terlalu padat, tidak menghilangkan akal para kandidat mencari sasaran lainnya untuk dipasangi alat peraga. Termasuk reklame yang berlokasi di tempat terlarang seperti jalur hijau. Bahkan yang cukup viral yaitu reklame Caleg DPR RI Dapil Bengkulu yang merupakan istri pejabat daerah, terpasang megah di Jalur Hijau Kota Curup tepatnya di Jalan Merdeka sejak 8 Desember 2023 lalu.

Padahal Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Rejang Lebong telah menetapkan aturan tentang Pelarangan dan Lokasi Pemasangan APK dengan mengeluarkan Surat Nomor:270/0797/Bid. IV/BKPB/2023. Atas dasar Surat tersebut KPU Rejang Lebong juga telah membuat Keputusan KPU Nomor: 139 Tahun 2023 tentang Penetapan Lokasi Pemasangan APK dalam Wilayah Kabupaten RL pada Pemilihan Umum tahun 2024.
Dimana dalam kedua Keputusan tersebut melarang pemasangan Alat Peraga Kampanye di Jalur Hijau. Namun kenyataannya kedua dasar tersebut tidak cukup diindahkan oleh peserta pemilu, malah saling menampakkan siapa yang kemudian mempunyai kuasa menerobos aturan yang telah ditetapkan.
Kondisi ini tentu menuai banyak pertanyaan dan tanggapan dari berbagai elemen, salah satunya dari praktisi hukum di Kabupaten RL, Moeh Ramdani, SH, MH.CM. Karena kondisi tersebut, harusnya menjadi perhatian serius, tidak hanya bagi KPU dan Bawaslu sebagai Penyelenggara Pemilu, tetapi juga bagi Pemkab RL.
“Jangan sampai muncul preseden buruk nantinya yang terkesan ada pengabaian Pelanggaran Pemilu,’’ sampai Advokat muda Kabupaten RL ini.
Apalagi, sambung Ramdani, sejauh ini sepertinya proses penanganan pelanggaran tersebut, terkesan tidak ada respon. Karena sejak dipasang hingga saat ini, APK tersebut masih terpasang dengan aman dan megah di jalur hijau
‘’Kita khawatir ini bisa menjadi berpotensi kurangnya kualitas demokrasi dalam pemilu khususnya di Kabupaten Rejang Lebong dan Provinsi Bengkulu. Dimana prinsip yang digaungkan adalah prinsip Keadilan Pemilu (electoral justice) dimana setiap peserta pemilu harus diperlakukan secara adil,’’ ucap Ramdani.
Jika dikaitkan dengan regulasi kepemiluan, Ramdani menjelaskan lebih jauh, kasus di atas setidaknya menimbulkan beberapa potensi pelanggaran. Pertama Pelanggaran Administrasi Pemilu dan Kedua Potensi Pelanggaran Etika Penyelenggra Pemilu. Hal ini sebagai mana diatur dalam Peraturan Bawaslu RI Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Penyelesaian Pelanggaran Administratif Pemilu Jo Peraturan Bawaslu RI Nomor 7 Tahun 2022 Tentang Penanganan Temuan Dan Laporan Pelanggaran Pemilu.
‘’Dalam peraturan tersebut, disebutkan Pelanggaran Pemilu adalah perbuatan atau tindakan yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu. Kemudian, Pelanggaran Administratif Pemilu adalah pelanggaran terhadap tata cara, prosedur, atau mekanisme yang berkaitan dengan administratif
pelaksanaan Pemilu dalam setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu,’’ jelas Ramdani lagi.
Bila dikaji lebih jauh, tambah Ramdani, dan dikaitkan dengan Surat Bupati RL Nomor 270/0797/Bid.IV/BKPB/2023 tentang tentang Pelarangan dan Lokasi Pemasangan APK dan Surat Keputusan Ketua KPU Kabupaten RL Nomor: 139 Tahun 2023 tentang Penetapan Lokasi Pemasangan APK Dalam Wilayah Kabupaten RL, APK tersebut merupakan Pelanggaran Pemilu berupa Pelanggaran Administratif. Dimana pemasangan Alat Peraga Kampanye tersebut terletak pada jalur Hijau yang dilarang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan in casu Surat 270/0797/Bid.IV/BKPB/2023 dan SK KPU Nomor: 139 Tahun 2023.
‘’Juga Potensi Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu bisa terjadi apabila Bawaslu Kabupaten RL tidak menanggapi atau mengabaikan rekomendasi yang diajukan pengawas kecamatan kepada Bawaslu Kabupaten RL, apabila kasus berasal dari temuan pengawas kecamatan. Menurut hemat saya, Prinsip Keadilan Pemilu yang terus digaungkan oleh Penyelenggara Pemilu agaknya tercoreng dengan kesan pembiaran kasus pemasangan reklame di Jalur Hijau tersebut,’’ imbuh Ramdani. (OIL)