BencoolenTimes.com, – Kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Rektor Kampus Unihaz Bengkulu Yulfiperius ke Polda Bengkulu dengan terlapor Nediyanto Ramadhan selaku mantan Dosen Kampus Unihaz sekaligus Lawyer atau Pengacara di Bengkulu naik tahap penyidikan.
Naiknya laporan tersebut pada tahap penyidikan berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara yang dikirimkan penyidik Polda Bengkulu ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
Diterimanya SPDP perkara tersebut dibenarkan Kasi Penkum Kejati Bengkulu, Ristianti Andriani, SH.MH didampingi tim JPU Kejati Bengkulu Zainal Efendi, SH.MH. “Iya benar, SPDP atas laporan dugaan pencemaran nama baik tersebut sudah diterima tim JPU Kejati Bengkulu,” kata Ristianti, Kamis (18/1/2024).
Kemudian, Tim JPU Kejati Bengkulu, Zainal Efedi menjelaskan, SPDP perkara tersebut dikirim ke tim JPU Kejati Bengkulu pada 12 Desember 2023 lalu. Pasca SPDP diterima, ditunjuk dua orang jaksa untuk mengikuti perkembangan terkait kelengkapan berkas baik formal maupun materil perkara.
“Kurang lebih sebulan kita terima dan kita kemarin pada 15 Januari 2024 telah berkoordinasi dengan penyidik berkaitan dengan perkara. Kemudian, kita juga telah menerbitkan BA 17, dalam hal ini meninjau perkembangan berkas perkara sesuai dengan SPDP dimaksud,” tutur Zainal.
Zainal menyatakan, yang perlu digarisbawahi bahwa, dalam perkara tersebut belum ada penetapan tersangka, hanya ada pelapor dan terlapor. Pasal yang disangkakan yakni pasal 310 dan pasal 311 KUHPidana.
“Kemudian juga, saya melakukan koordinasi dengan penyidik untuk dilapisi dengan pasal Undang-undang ITE, dimana di sini ada penyebarluasan di muka umum atau apapun yang dimaksud pelapor itu juga melalui media, untuk itu juga mungkin nanti kita lapisi dengan pasal 27 UU ITE,” jelas Zainal.
Zainal menerangkan, tim JPU Kejati Bengkulu masih menunggu berkas perkara dan nantinya berkas perkara akan diteliti untuk kelengkapan formil dan materil. Apabila unsur pasal yang disangkakan telah terpenuhi, maka akan P21, namun jika belum lengkap, JPU akan memberikan petunjuk kepada penyidik.
“Antara pelapor dan terlapor ini ada perbedaan pendapat ataupun menyatakan bahwa terlapor ini melaporkan mencemarkan nama baik lewat akun media maupun melalui secara langsung tentang masalah dana hibah atau dana APBD yang digunakan itu menyatakan bahwa pelapor ini melakukan korupsi, dan itu nanti akan kita dalami dalam hal ini di dalam berkas perkara,” demikian Zainal.
Diketahui, laporan dugaan pencemaran nama baik ini didasari dari Nediyanto Ramadhan melaporkan Rektor Unihaz Bengkulu ke Kejati Bengkulu atas dugaan korupsi pada penggunaan dana APBU, dan pelaksanaan pembangunan Gedung Serba Guna (GSG) Unihaz.
Namun hingga saat ini, laporan dugaan korupsi yang diduga menjadi dasar laporan dugaan pencemaran nama baik ke Polda Bengkulu itu status perkaranya belum jelas, karena hingga sampai saat ini, penanganan dari laporan dugaan korupsi yang dilaporkan Nediyanto tersebut belum ada perkembangannya, apakah dugaan korupsi itu benar dan terbukti atau tidak. Karena laporan dugaan korupsi yang dilaporkan Nediyanto belum diketahui apakah dilanjutkan atau dihentikan pengusutannya.
Sementara diketahui, dari laporan di Kejati Bengkulu lalu termuat di media massa itulah yang kemudian diduga berbuntut pada laporan pencemaran nama baik.
Sekadar mengulas, usai melapor ke Kejati Bengkulu,
Nediyanto menyatakan, laporan dilayangkan 17 April 2023 dan laporan dalam penanganan penyidik Pidsus Kejati Bengkulu. Dia juga telah dipanggil penyidik
pada 3 Mei 2023. Nediyanto menyebut, laporan itu terkait dugaan korupsi pada penggunaan dana APBU, dan pelaksanaan pembangunan GSG Unihaz.
Nediyanto menduga, pada penggunaan dana APBU, dan pelaksanaan pembangunan GSG Unihaz yang menelan dana Rp 3,5 miliar bersumber dari dana hibah APBD Provinsi Bengkulu tahun 2019 terjadi persekongkolan dugaan korupsi.
Nediyanto menyatakan, pada pembangunan GSG Unihaz dirinya ditunjuk sebagai konsultan hukum, namun pada pelaksanaan pembangunannya tidak dilibatkan. Nediyanto mengungkapkan, saat melapor ke Kejati Bengkulu, bukti-bukti dugaan korupsi turut dilampirkan dan diserahkan kepada penyidik.
“Tahun 2017, saya ditunjuk sebagai konsultan hukum. Namun rektor tidak pernah melibatkan. Sejak awal saya sudah meminta dokumen RAB, perjanjian, dana yang dianggarkan berapa. Tetapi oleh Rektor tidak diberikan hingga pekerjaan selesai,” jelas Nediyanto, Rabu (10/5/2023) lalu.
Rektor Universitas Prof Dr Hazairin SH, Dr. Ir. Yulfiperius, M.Si waktu itu menanggapi laporan dugaan korupsi tersebut dengan terbuka.
“Laporan dari NR saya tidak tahu motivasinya apa. Karena dia (NR, red) sudah melapor, silahkan yang bersangkutan buktikan sendiri,” ungkap Yulfiperius, Rabu (10/5/2023).
Yulfiperius mengaku, sesuai tanggal laporan yang dimasukkan ke Kejati Bengkulu per 17 April lalu, status Nediyanto masih Dosen tetap di Unihaz. Yulfiperius meyatakan, laporan yang disampaikan ke Kejati Bengkulu merupakan hak Nediyanto dan ia mempersilahkan membuktikannya.
“Per 17 April, NR masih berstatus dosen di Unihaz ini, jangankan NR, anak kandungnya dosen disini. Silahkan dibuktikan laporan tersebut. Hak beliau membuat laporan, silahkan membuktikan sendiri,” terang Yulfiperius.
Persoalan ini makin memanas, ketika Nediyanto mengaku mendapat surat keputusan pemberhentian dari Badan Pengurus Yayasan Semarak Bengkulu. Nomor 23/C-1/SKPT/YSB-V/2023 pada Rabu sore 10 Mei 2023 tentang penjatuhan hukuman disiplin dosen tetap Yayasan Semarak Bengkulu pada Universitas Prof Dr Hazairin SH Bengkulu, karena melakukan pelanggaran berat.
Sedangkan Rektor menyatakan, sesuai rekomendasi disiplin ke Rektor pemberhentian itu sejak 5 Mei 2023.
“Berdasarkan rekomendasi komisi disiplin ke rektor, yang kemudian rektor meneruskan ke Yayasan, sehingga Yayasan mengambil kesimpulan, terjadilah pemberhentian NR pada 5 Mei 2023,” jelas Yulfiperius. (BAY)