BencoolenTimes.Com, – Menindaklanjuti polemik kepemilikan tambang batu bara di Bengkulu tengah (Benteng), PT Bara Mega Quantum (BMQ) pimpinan Nurul Awaliyah melalui kuasa direktur yang bertindak sebagai Branch Manager, Eka Nurdiyanti Anwar, membeberkan kronologis kasus tersebut.
Diceritakan Eka, memang masing-masing punya izin, cuma harus dilihat izin mana yang legalitasnya itu sah.
“Kalo kami kan memang berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) nomor 1607/K/PDT/2013, merupakan pemegang sah. Legalitasnya itu dengan akta nomor 12 dan 35 yang diakui. Nah, sementara mereka ( PT Bengkulu Mega Quantum pimpinan Dinmar Najamudin) ini selalu menggunakan akta cacat. Akta yang tidak sah menurut putusan MA, yakni akta 27 dan juga turunannya,” bebernya.
Kalau sudah batal demi hukum, sambung Eka, berdasarkan putusan MA berartikan gugur semuanya.
Terkait isi putusan MA, lanjut Eka, putusan itu ada dua poin, namun harus dipisahkan dulu antara perdata dengan pidananya.
Poin pertama masalah pidana, waktu itu mereka melakukan pemalsuan pertama kali tanda tangan Direktur Utama PT Bara Mega Quantum (BMQ), Nurul Awaliyah. Lalu, saat ditetapkan sebagai tersangka (Dinmar Najamudin), mereka meminta maaf dan melakukan kesepakatan damai.
Kesepakatan damai itu dibuat tanggal 21 Juni 2013 nomor 105, dan itu terpisah dari putusan MA.
“Pada kesepakatan damai itu ada beberapa poin, pertama mereka akan mengembalikan uang direktur kita (Nurul Awaliyah) sebesar Rp. 17 miliar, dan pihak PT Bengkulu Mega Quantum (BMQ) bersedia mengembalikan uang itu sebesar Rp. 17 miliar,” ungkapnya, Rabu (13/3/2019).
Kedua, kata Eka, lahan itu dibagi dua yakni masing-masing mendapatkan 1000 Ha. “Hal itu termuat dalam kesepakatan perjanjian perdamaian ya, bukan putusan MA. Jadi, dalam kesepakatan damai tadi sebelumnya dia kami laporkan ke polisi dan dia minta dicabut laporannya,” terangnya.
Ketiga, kalau dia (Dinmar) sudah mengembalikan uang Rp. 17 miliar atau sudah membuat kesepakatan kerja 1000 Ha itu, maka dia akan diberi saham tapi melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan bukan dengan serta-merta.
“Nah, sekarang mereka dari beberapa poin penting itu aja tidak satu pun yang mereka laksanakan. Bahkan, mereka melakukan pemalsuan kembali dokumen-dokumen lainnya,” ujarnya.
Ketika kesepakatan kedua belah pihak yang harusnya saling mentaati namun tidak dipenuhi, maka akhirnya kesepakatan ini dimasukkan ke dalam putusan MA. “Karena kita sering dibohongi sama mereka, makanya kita masukkan ke putusan MA dan di include kanlah ke dalam poinnya. Itu poin pertama,” ungkapnya.
Poin kedua, putusan MA tersebut membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) Bengkulu nomor :09/Pdt/2012/PT.Bkl 26 November 2012, yang membatalkan putusan PN nomor :23/Pdt.G/2011/PN.Bkl. Sehingga, putusan PT hangus dan putusan PN kuat.
“Disitulah legalitas ibu Nurul Awaliyah. Untuk perdamaian itu tadi di kesepakatan damai, bukan putusan MA. Hanya saja untuk menguatkannya, maka dimasukkanlah di putusan MA itu dengan maksud agar mereka patuh hukum. Namun ternyata nggak juga patuh hukum,” ucapnya.
Menurut Eka, ketika mereka sudah ingkar janji (wanprestasi) maka kesepakatan itu gugur atau batal dengan sendirinya. “Kita sudah batalkan semua, sudah gugur dengan sendirinya karena mereka yang wanprestasi,” katanya.
Terkait tawaran Polda Bengkulu untuk menggelar mediasi kedua belah pihak? Eka menjawab, “kita sebagai pemilik sah (tambang PT BMQ), saya rasa untuk solusi-solusi atau mediasi lain percuma saja saya bilang. Karena sebelumnya, sudah diundang pak Kapolda melalui DirReskrimsus dan dihadiri juga oleh DirReskrimum, pak Camat Tabah Penanjung, dan Dinas ESDM provinsi, mereka nggak hadir,” tuturnya.
“Justru kita hadir tepat waktu. Mereka bahkan tidak hadir dan tidak konfirmasi kepada pihak Polda, sehingga itu saja mereka sudah tidak menghormati pihak Polda Bengkulu dong. Buat apa lagi, ini sudah mediasi buat yang keberapa kali,” tambahnya.
Dari satu tahun setengah yang lalu, lanjut Eka, selalu mediasi dan mediasi. “Kalau tidak bisa mengusir pencuri di rumah kita, ya udah kita usir sendiri kan. Intinya kesepakatan damai itu sudah batal demi hukum, karena mereka sendiri yang menggugurkan,” tegasnya.
Kemudian, pada RUPS terdahulu mereka sudah memalsukan lagi tanda tangan direktur.
“Dari lahan yang 1000 Ha itu dia (Dinmar) ngerjain lahan yang punya kita, bukan punya dia. Itukan sudah pernah saya laporkan dulu yang pertama kali di Polda Bengkulu kasus penyerobotan lahan. Dia nggak ngakuin adanya kesepakatan damai, ya sudah berarti kan sudah gugur. Kesepakatan damai tadi dibuat di depan notaris, emang orang ini nggak mentaati hukum, jadi percuma juga,” jelasnya.
“Bahkan wilayah yang dia kerjakan sekarang itu koordinatnya kita. Itu sudah 1,5 tahun yang lalu saya laporkan dan mereka bilang tidak ada kesepakatan damai waktu itu. Ya sudah kalo tidak ada kesepakatan damai, kembali ke legalitas semula dong,” ujarnya.
Disampaikan Eka, intinya kesepakatan damai itu sudah batal demi hukum karena dia sendiri yang menggugurkannya dengan tindakan-tindakan wanprestasi yang mereka lakukan terhadap kesepakatan damai itu sendiri, sehingga pihak Bu Nurul sudah tidak mau lagi mengakui kesepakatan damai tersebut.
“Intinya, kesepakatan damai itu terjadi karena perbuatan pidana, dan itu terpisah. Cuma, supaya tidak dibohongi lagi maka pihak bu Nurul mengikatkannya dalam putusan MA. Tetap saja dia nggak ngakuin, ya sudah kita juga nggak mau ngakuin lagi, sekarang (perjanjian perdamaian) itu sudah batal demi hukum kan. Nggak ada kata sepakat kan,” pungkasnya. (Ros)