BencoolenTimes.com, – Kasus dugaan korupsi pembebasan lahan Jalan Tol Bengkulu-Taba Penanjung tahun 2019-2020 masih terus bergulir di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
Kasi Penyidikan Kejati Bengkulu, Danang Prasetyo Dwiharjo, SH memastikan, penyidikan dugaan korupsi pembebasan lahan Jalan Tol Bengkulu-Taba Penanjung terus berlanjut hingga ke penetapan tersangka dan penuntutan.
Penyidik telah menggunakan metode scientific evidence atau pembuktian ilmiah dalam kasus tersebut, dan guna melengkapi alat bukti sebelum pengambilan kesimpulan penetapan tersangka.
“Kita mendalami soal tanam tumbuh yang diduga ada mark up. Jumlahnya cukup banyak dan harus dihitung satu-satu terkait nilainya,” kata Danang, saat dikonfirmasi baru-baru ini.
Danang menyebutkan, sudah banyak saksi yang diperiksa dalam kasus tersebut, mulai dari ahli, penerima ganti rugi, maupun pelaksana kegiatan ganti rugi tanam tumbuh.
Diketahui, dalam kasus ini penyidik menggunakan
pembuktian metode ilmiah, tujuannya untuk menerangkan bukti-bukti apa saja yang sulit dibuktikan secara umum yang membutuhkan penjelasan serta metode ilmiah oleh ahli dalam proses pembuktiannya.
Penelitian ini menggunakan penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan penelitian bersifat preskriptif.
Sekadar informasi, pembebasan lahan Tol Bengkulu-Taba Penanjung itu sumber dananya dari APBN sebesar Rp 200 miliar.
Sejumlah indikasi perbuatan melawan hukum yang ditemukan penyidik yakni ada beberapa item yang seharusnya tidak masuk dalam komponen biaya pemerintah seperti BPHTB dan biaya notaris faktanya dibayarkan, kemudian dugaan mark up ganti rugi tanam tumbuh.
Dari dugaan perbuatan melawan hukum itu, estimasi kerugian keuangan negara hitungan penyidik mencapai Rp 13 miliar.
Perlu diketahui, perkara ini berawal dari pemerintah pusat mengucurkan dana sekitar Rp 200 miliar rupiah untuk pembebasan lahan pembangunan Jalan Tol Bengkulu-Taba Penanjung Bengkulu Tengah.
Dalam pembebasan lahan tersebut, tim satgas pembebasan lahan yang terdiri dari Kantor Jasa Penilaian Publik, Dinas Pertanian, Kementerian PU, dan Badan Pertanahan Nasional Bengkulu Tengah memasukkan komponen yang tak seharusnya dimaksukkan yakni biaya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB serta notaris, sehingga dalam hal ini negara dirugikan karena kelebihan membayar.
Tidak menutup kemungkinan, setelah hasil audit keluar, penetapan tersangka akan dilakukan. Selain mendalami soal pembebasan lahan, Kejaksaan Tinggi Bengkulu diketahui juga mendalami ganti rugi tanam tumbuh yang terindikasi mark up. (BAY)