BencoolenTimes.com, – Penyidikan kasus dugaan korupsi kegiatan replanting sawit di Bengkulu Utara tahun 2019-2020 senilai Rp 150 miliar masih terus bergulir di meja penyidik tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu.
Teranyar, salah satu manajemen perusahaan penyedia bibit sawit dalam program replanting sawit Bengkulu Utara tahun 20192020 Yakni PT. Agricinal diperiksa penyidik Kejati Bengkulu sebagai saksi berkaitan dengan kasus tersebut.
Pemeriksaan itu untuk mengetahui jumlah total bibit sawit yang dibeli kelompok tani Bengkulu Utara dalam program replanting sawit yang menghabiskan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2019-2020 sebesar Rp 150 miliar.
Afriadi, Perwakilan Manajemen PT Agricinal usai keluar dari Kantor Kejati Bengkulu, Selasa (10/8/2021) membenarkan bahwa kedatangannya untuk dimintai keterangan. Afriadi mengungkapkan,
memang ada pembelian bibit sawit yang dilakukan 5 kelompok tani di Bengkulu Utara untuk program replanting sawit 2019-2020.
Jumlah bibit sawit yanh dibeli dari PT Agricinal mencapai ribuan batang dengan harga per Batangnya Rp 40 ribu sesuai kontrak. Satu kelompok tani lebih dari seribu bibit.
Afriadi menuturkan, berdasarkan informasi yang didapat pihaknya, pembelian bibit sawit tidak hanya di PT. Agricinal saja tetapi juga ada pembelian di PT. Bio Nusantara.
“Dari kelompok tani langsung (yang membeli) ada 5 kelompok tani. Harganya sesuai kontrak. Jadi kita ada kontrak pembelian dengan petani, disana tertuang harga per batangnya Rp 40 ribu,” kata Afriadi.
Afriadi menambahkan, penyidik melayangkan pertanyaan seputaran kontrak di dua tahun itu 2019 dan 2020.
Untuk diketahui, dalam program replanting sawit Bengkulu Utara tahun 2019-2020, total kelompok tani yang mendapat program tersebut sebanyak 25 kelompok tani.
Masing-masing kelompok tani mendapat kucuran dana Rp 25 juta per hektar dan informasinya ada kelompok tani yang mendapat dana hingga Rp 10 miliar Rupiah.
Dugaan sementara, penyidikan kasus dugaan korupsi replanting sawit menurut, Aspidsus Kejati Bengkulu Pandoe Pramoe Kartika beberapa waktu lalu yakni dari Rp 150 miliar, seharusnya bibit untuk mengganti sawit yang sudah tidak produktif. Tetapi diduga justru kebanyakan ditanam di lahan bekas kebun karet dan tanah kosong sehingga diduga tidak sesuai dengan peruntukannya. (Bay)