BencoolenTimes.com, – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bengkulu menjatuhi hukuman 1 tahun 2 bulan terhadap Selebgram Bengkulu yakni Erneli Yanti alias Milen, pada sidang vonis di Pengadilan Negeri Bengkulu, Selasa (27/6/2023).
Selebgram Bengkulu Milen divonis Majelis Hakim atas kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) lantaran diduga melakukan live di media sosial pribadinya yang bermuatan asusila atau pornografi.
Majelis Hakim menyatakan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 45 ayat 1 Jo Pasal 27 ayat 1 Undang-undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang ITE. Pasal 36 Jo Pasal 10 Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi dan Pasal 32 Jo Pasal 6 Undang-undang Republik Indonesia nomor 44 tahun 2008 tentang pornografi.
“Menjatuhkan hukuman pidana penjara terhadap terdakwa selama 1 tahun 2 bulan penjara dan denda Rp 10 juta. Apabila tidak sanggup membayar denda, maka ditambah hukuman selama 1 bulan penjara,” jelas Majelis Hakim.
Diketahui, Jaksa Penuntut Umum Kejati Bengkulu sebelumnya menuntut terdakwa dengan hukuman 1 tahun 6 bulan penjara subsidair 3 bulan penjara, apabila tidak membayar uang denda sebesar Rp 10 juta.
Terkait putusan Majelis Hakim, Kuasa Hukum terdakwa yakni Martha Elif mengaku menghormati putusan hakim.
“Kita menghormati putusan hakim dan kita gunakan waktu fikir-fikir yang diberikan apakah akan banding atau tidak,” kata Elif.
Diketahui, selebgram Bengkulu Milen, ditangkap petugas setelah live di akun Instagram pribadinya diduga bermuatan pornografi. Penangkapan terhadap ER alias Milen ini, merupakan hasil dari Patroli Siber Ditreskrimsus Polda Bengkulu.
Diberita sebelumnya, pada saat pledoi atau pembelaan, terdakwa melalui Kuasa Hukumnya yakni Ida Elif Nurmalia, SH menyatakan, bahwa permasalahan pembuktian perkara terdakwa sangatlah mudah dibuktikan bila memang tidak ada rekayasa kasus dalam perkara aquo.
Bahwasannya perkara terdakwa sebagaimana dikatakan saksi dari penyidik Unit Siber Crime Polda Bengkulu di persidangan yang menyatakan bila permasalahan terdakwa adalah, dimana ketika saksi sebagai petugas siber crime Polda Bengkulu yang kebetulan secara tidak sengaja ketika melakukan Patroli Siber pada tanggal 9 Februari 2023 sekira pukul 19.00 WIB melihat pada akun terdakwa yang sedang melakukan Live Streaming yang pada saat itu terdakwa memperlihatkan alat vitalnya berupa payudara, sehingga penyidik beranggapan bila terdakwa bersalah melakukan pelanggaran UU ITE dan/atau UU Pornografi.
Menurut Elif, permasalahan ini sungguh sangat amat simple atau mudah pembuktiannya. Namun yang jadi permasalahan bukti foto yang ada di BAP yang kata penyidik polisi dan JPU bila terdakwa memperlihatkan payudara ternyata salah, sehingga alat bukti tersebut jelas terbantahkan.
Jadi untuk pembuktian lebih lanjut, seharusnya JPU tinggal memperlihatkan video pada tanggal 9 Februari 2023 sekira Pukul 19.00 WIB pada akun terdakwa yakni di akun @nillyeryaaa Milennn yang melakukan Live Streaming dimana pada saat itu terdakwa memperlihatkan alat vitalnya berupa payudara. Namun hingga pembelaan, JPU tidak bisa dan tidak pernah memperlihatkan bukti tersebut.
“Oleh karena itu jelas bila terdakwa hanyalah korban dari entah itu disebut kesalahan atau kelalaian dari kepolisian maupun kejaksaan ataukah itu bisa disebut rekayasa kasus atau sebutan lain, yang pasti tidak pernah terbukti bila ada video terdakwa melakukan Live Streaming memperlihatkan alat vitalnya. Sehingga, sudah terbukti bila dakwaan dan tuntutan JPU tidak dapat dibuktikan. Oleh karena itu maka sudah seharusnya terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan,” jelas Elif.
Elif mengungkapkan, bahwa mengenai barang bukti berupa video yang diputar oleh Penuntut Umum di persidangan justru membuktikan bila Terdakwa memang tidak bersalah dan tidak bisa dibuktikan bersalah karena video yang diputar bukan video ketika
terdakwa yaitu akun @nillyeryaaa Milennn melakukan Live Streaming memperlihatkan alat yang dilakukan di Hotel Roya Pantai Panjang Bengkulu menggunakan HP Oppo 16 untuk menaikkan followers sehingga banyak yang endorse sebagaimana keterangan saksi
dari penyidik yang menerangkan dan sesuai dakwaan Penuntut Umum.
“Jadi jelas bila bukti video tersebut adalah video lain, artinya terbantahkanlah dakwaan Penuntut Umum dan keterangan saksi karena video yang ditampilkan di sidang bukan diambil dari IG milik terdakwa, jadi kalau permasalahan ini mengenai UU ITE maka seharusnya di persidangan dibuka akun terdakwa lalu dibuktikan ada atau tidak foto atau video porno atau asusila dalam IG terdakwa tersebut. Video tersebut diambil dari Handphone terdakwa,” terang Elif.
Elif menerangkan, sesuai aturan yang berlaku, sampai saat ini tidak ada larangan seseorang mengambil video dan menyimpan video asusila miliknya selama itu tidak disebarkan, karena UU ITE mengatur penyebaran dan transmisi video asusila tersebut. Contoh kasus yang viral yakni Ariel-Luna Maya atau Ariel-Cut Tari, dimana hanya Ariel yang dihukum bersalah karena dianggap lalai sehingga tersebar video porno tersebut. Lalu dalam Kasus Gisella Anastasia, sedangkan mengenai video yang disimpan untuk pribadi di HP milik sendiri tidak ada aturan hukum yang melarangnya.
“Jadi bila masalah perkara aquo adalah video pada akun terdakwa yaitu akun @nillyeryaaa Milennn yang melakukan Live Streaming memperlihatkan alat vitalnya, tapi Penuntut Umum malah mengeluarkan video yang berasal dari HP milik terdakwa, maka jelas sudah bila tindakan penuntut umum itulah yang sebenarnya melakukan pelanggaran UU ITE karena meskipun persidangan dilakukan secara tertutup, namun masih ada beberapa orang yang melihatnya, sedangkan penuntut umum tidak memiliki izin untuk memutar video yang bukan menyangkut permasalahan perkara aquo. Ini ibaratnya penuntut umum ingin menangkap Harimau, namun kemudian tak sanggup lalu cukup menangkap kucing dengan dalih bila harimau itu adalah kucing besar jadi ya sama-sama kucing. Sungguh amat naif. Oleh karena itu maka bukti video yang diputar penuntut umum patut untuk ditolak karena sama sekali tidak terkait permasalahan perkara aquo,” terang Elif.
Elif menambahkan, fakta persidangan telah membuktikan bila kasus terdakwa dipaksakan sehingga tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Oleh karena itu, atas nama keadilan, ia meminta Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara aquo secara bijaksana menyatakan terdakwa haruslah dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan penuntut umum. (BAY)