17.8 C
New York
Monday, May 19, 2025

Buy now

spot_img

625 Kasus Perkawinan Anak di Bengkulu, DPD RI Dorong Revisi Kebijakan

BencoolenTimes.com – Provinsi Bengkulu mencatatkan angka yang mengkhawatirkan dalam hal perkawinan anak di bawah usia 19 tahun. Data terbaru menempatkan Bengkulu di peringkat ke-5 tertinggi secara nasional dan bahkan tertinggi di kawasan Asia.

Fakta ini diungkapkan oleh anggota DPD RI Komite III, apt. Destita Khairilisani, S.Farm, M.SM, saat menghadiri petemuan Cahaya Perempuan dan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) di salah satu hotel di Kota Bengkulu, Jumat, 16 Mei 2025 lalu.

Dalam pertemuan tersebut, Senator Destita menyampaikan keprihatinan mendalam atas tingginya angka perkawinan anak yang menurutnya berkaitan erat dengan meningkatnya angka stunting dan persoalan sosial lainnya.

“Terus terang kami prihatin. Disampaikan tadi Bengkulu menempati posisi nomor satu di Asia dan nomor lima di Indonesia. Di Bengkulu sendiri, Kabupaten Seluma mencatat angka tertinggi,” ungkap Destita.

Berdasarkan data Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Bengkulu per 29 Oktober 2024, terdapat 625 kasus perkawinan anak di bawah usia 19 tahun. Dalam kasus ini Kabupaten Seluma mencatat 158 kasus, disusul Bengkulu Utara (104), Kepahiang (79), dan Kota Bengkulu (72).

Ironisnya, meskipun Seluma telah memiliki Peraturan Bupati (Perbup) tentang pencegahan perkawinan anak, angka kejadian tetap tinggi sehingga senator mendorong adanya sosialisi masif dan perubahan kebijakan.

“Ini membuktikan keberadaan regulasi belum cukup tanpa implementasi serius. Kami di DPD RI akan mendorong penguatan sinergi lintas sektor agar kebijakan bisa berjalan efektif di lapangan,” tegas Destita.

Destita juga mengapresiasi adanya regulasi di tingkat provinsi, namun menilai perlu revisi agar lebih aplikatif dan berdampak. Ia berharap momentum revisi ini bisa dimanfaatkan untuk mendorong seluruh kabupaten di Bengkulu agar membuat kebijakan serupa secara kolektif.

“Kalau bisa serentak, atensi dan inisiasi akan lebih kuat. Kita mulai pelan-pelan, karena ini tidak bisa instan. Tapi perjuangan mengurangi perkawinan anak harus dimulai dari sekarang,” imbuh Destita.

Senator asal Bengkulu itu juga mengusulkan agar komunitas perempuan dan stakeholder lainnya menyusun roadmap atau milestone dengan target terukur, guna memperkuat advokasi dan memastikan isu ini tetap menjadi perhatian publik.

“Minimal tahun ini harus ada sosialisasi masif. Kita ingin masyarakat sadar bahwa perkawinan anak bukan solusi. Justru menambah masalah, salah satunya adalah stunting,” tutup Destita. (JUL/RLS)

Popular Articles

Stay Connected

0FansLike
3,671FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Articles

error: Opss tulisan ini dilindungi Hak Cipta !!